Senin, 20 Desember 2010

Badai yang Menerpa Bukan Arti Nada Kehilangan

Kalau ada malam yang basah karena hujan..... adalah pertanda dingin akan menusuk tulang belulang
Kalau ada angin berhembus... adalah pertanda malam akan semakin dingin
Tapi... bagaimana bila ada badai yang menerpa saat malam menidurkan kita dalam lelap?
Berlari... atau tetap berdiri dalam ringkihan badan yang tak cukup kuat dan sanggup melawan mahadahsyatnya badai yang meniup rerimbun pepohonan??

Kalau boleh diibaratkan,
Hidup selayaknya sebatang pohon kokoh yang didalamnya ada kehidupan yang lebih dalam lagi
Ada keterbatasan yang mungkin memukul hati nurani dan memaksa otak kita untuk berfikir
Berfikir untuk bagaimana menjalani pelik-pelik hidup yang terkadang tandus dan gelap. Tak selamanya subur dan terang benderang. Justru dari hal itu hidup bermula. Hidup tak sekedar untuk hidup. Ya, hanya hidup. Hidup tak semudah air yang mengalir. Yang mengikuti kemana nasib akan membawanya. Namun hidup adalah sebuah etika perjuangan yang tak pantas untuk ditanggalkan. Memang kita bukan penentu nasib, tapi kita bisa merubah nasib. Adalah atas dasar kemauan untuk merubah dan menjalaninya. Dengan tangguh. Bukan hanya dengan rengekan dan rayuan yang membelenggu.
Hidup sebenarnya adalah untuk menghadapi berbagai bentuk rintangan, ujian, dan cobaan. Hidup sebenarnya untuk bermimpi dan membangunnya. Ya, seperti itulah hidup. Tak peduli bagaimana nanti dunia akan berakhir. Baik berakhir dengan api atau dengan air. Tak peduli sekeras apa badai menghantam. Tak peduli separah apa angin memporak porandakan pondasi-pondasi hati kita. Memaknai hidup yang sedang dijalani adalah jauh lebih berarti ketimbang menyia-nyiakan hidup yang kita telusuri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar